Seperti kita ketahui bersama, patriarki membawa pengaruh pada keadaan fatherless khususnya di Indonesia. Banyak orang yang abai akan pentingnya peran ayah dalam mengasuh dan mendidik anak. Ada yang abai karena sibuk bekerja, dan ada juga yang abai karena merasa bahwa mengasuh anak itu memang tugas Ibu, Ayah tidak perlu ikut repot. Bahkan banyak yang menganggap bahwa mengasuh dan merawat anak adalah hal sepele yang pasti bisa ditangani ibunya.
Ketika seorang ayah minim peran dalam mengasuh anak, apakah ada dampak negatifnya terhadap tumbuh kembang anak? Tentu saja.
Delapan dampak negatif fatherless yang terjadi pada anak:
- Menurunnya kemampuan komunikasi
Pada usia awal, ketika anak mulai belajar berbicara dan bercerita, Ibu dan ayah berperan aktif mengajari anak. Anak cenderung lebih cepat berkomunikasi ketika dia diajak berkomunikasi langsung oleh ayah dan ibunya. Anak bisa mendengar ayah ibunya dan mempelajari bagaimana ayah dan ibunya berbicara. Dia akan mempelajarinya lebih cepat karena ayah dan ibu pasti selalu ada bersamanya.
- Penurunan kemampuan kognitif
McGill University dalam penelitiannya pada tahun 2013 menunjukkan bahwa anak-anak dengan ayah yang tidak hadir memiliki penurunan kemampuan kognitif. Menyebabkan kecenderungan malas belajar, bolos sekolah, nilai akademis yang rendah, dan kesulitan dalam mengambil keputusan.
- Masalah sosial dan perilaku
Permasalahan sosial adalah yang paling sering muncul pada anak-anak yang tumbuh tanpa ayah. Merasa ditolak dan kurang dicintai ayah, membuat mereka kemudian merasa takut ditinggalkan, sulit mempercayai orang lain, sulit membangun komitmen.
Ketidakhadiran sosok ayah juga sering menimbulkan masalah perilaku. Mereka tidak tahu bagaimana mengatasi kemarahan atau kecemasan mereka. Terutama jika kemampuan komunikasi mereka tidak baik, sehingga mereka cenderung menyerang orang lain untuk menyelesaikan masalah.
- Masalah kesehatan mental
Anak-anak dengan fatherless tumbuh tanpa rasa aman yang seharusnya diberikan oleh seorang ayah. Kehadiran dan cinta ayah memberi anak pemahaman yang lebih besar tentang identitas diri dan rasa memiliki.
Saat hal itu tidak didapatkan, anak akan merasa βkosongβ dan mengalami kondisi mental yang tidak stabil. Akhirnya, anak akan menderita kecemasan dan berisiko lebih besar untuk mengalami depresi.
- Masalah kesehatan dan perilaku seksual
Fatherless juga akan membuat anak mengalami penurunan perkembangan di korteks prefrontal, hingga kemudian membuat mereka menjadi impulsif. Hal tersebut selanjutnya membuat kemampuan mereka untuk melihat konsekuensi jangka panjang melemah.
Banyak yang kemudian melakukan aktivitas seksual di usia muda. Mereka pun akhirnya harus menanggung konsekuensi mengerikan, termasuk kehamilan remaja. Anak perempuan yang tumbuh tanpa ayah dapat mengalami gangguan dalam hubungan asmara dan melihat hubungan seks sebagai cara untuk mendapatkan cinta dari laki-laki.
- Kenakalan dan kejahatan remaja
Sebuah penelitian mengungkap bahwa i Amerika, 85 persen remaja yang ada di penjara itu tidak memiliki ayah. Anak yang kurang mendapat kasih sayang ayah juga lebih cenderung menyerang untuk menunjukkan kekuatan dirinya. Mereka seringkali melakukan kejahatan sebagai langkah untuk mendapatkan perhatian dan validasi.
- Penyalahgunaan narkoba dan alkohol
Anak-anak yang mengalami fatherless juga lebih cenderung merokok, minum alkohol, dan menyalahgunakan narkoba di masa anak-anak atau dewasa. Fakta ini harusnya meyakinkan kita bahwa menjauhkan anak dari narkoba bukan hanya mengawasi pergaulan anak, tetapi juga dengan memberikan kasih sayang yang cukup.
- Risiko eksploitasi dan pelecehan
Anak dengan kondisi fatherless berisiko lebih besar untuk mengalami pelecehan fisik, emosional, dan seksual. Mereka bahkan lima kali lebih mungkin untuk mengalami pelecehan fisik dan penganiayaan emosional, dengan risiko pelecehatan fatal seratus kali lebih tinggi. Sebuah studi juga melaporkan bahwa anak-anak prasekolah yang tidak tinggal dengan kedua orang tua kandung mereka 40 kali lebih mungkin untuk mengalami pelecehan seksual
vr24hp