Apa itu expressive writing therapy?
Expressive Writing Therapy, atau terapi menulis ekspresif, adalah pendekatan terapeutik yang menggunakan menulis sebagai sarana untuk mengungkapkan emosi, pikiran, dan pengalaman pribadi. Terapi ini memungkinkan individu untuk memproses perasaan yang kompleks dan sering kali terpendam, dengan cara yang aman dan terstruktur. Terapi ini dikenalkan oleh James Pennebaker pada akhir 1980-an, expressive writing therapy telah terbukti efektif dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan mental, termasuk depresi, kecemasan, trauma, dan stres.
Banyak individu yang tidak mampu mengungkapkan rasa sakit, kecewa atau kesedihannya dengan kata-kata. Mungkin malu, takut atau tidak terbiasa bercerita kepada orang lain. Maka terapi menulis bisa menjadi jalan untuk pulih. Menulis ekspresif dapat membantu individu mengorganisir dan mengintegrasikan pengalaman emosional yang sulit. Proses ini membantu mengurangi intensitas emosi negatif, seperti kemarahan, ketakutan, atau kesedihan, serta meningkatkan pemahaman diri. Penelitian menunjukkan bahwa menulis tentang pengalaman traumatis atau stresor emosional dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental, memperkuat sistem kekebalan tubuh, dan memperbaiki suasana hati secara keseluruhan.
Pentingnya Expressive Writing Therapy untuk Remaja
Masa remaja adalah periode penting dalam perkembangan emosional dan psikososial, di mana individu mengalami berbagai perubahan fisik, emosional, dan sosial. Remaja sering kali menghadapi tekanan akademis, masalah hubungan, perubahan identitas, serta berbagai tantangan lain yang dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka.
Terapi menulis ekspresif menawarkan ruang yang aman bagi remaja untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan emosi mereka. Melalui tulisan, remaja dapat mengungkapkan perasaan yang mungkin sulit mereka ungkapkan secara verbal, baik karena rasa malu, ketakutan akan penilaian, atau kurangnya keterampilan komunikasi. Menulis memberikan outlet yang sehat untuk memproses emosi seperti kemarahan, kecemasan, kesedihan, dan kebingungan. Expressive Writing Therapy (Terapi Menulis Ekspresif) merupakan pendekatan yang bermanfaat bagi remaja untuk mengatasi dan memahami perasaan serta pikiran mereka selama masa transisi yang penuh tantangan ini.
Kesehatan mental remaja di Indonesia saat ini menjadi perhatian yang semakin mendesak, terutama karena masa remaja adalah periode penting dalam perkembangan psikologis dan sosial individu. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap masalah kesehatan mental di kalangan remaja Indonesia meliputi tekanan akademis, ketidakstabilan keluarga, perundungan, pengaruh media sosial, serta dinamika sosial yang kompleks.
Studi menunjukkan bahwa menulis ekspresif dapat membantu remaja mengurangi gejala stres, depresi, dan kecemasan. Selain itu, ini juga dapat meningkatkan pemahaman diri dan keterampilan koping, yang sangat penting dalam menghadapi tantangan sehari-hari. Dengan menulis tentang pengalaman dan emosi mereka, remaja dapat memperjelas pikiran, menemukan pola pikir negatif, dan mulai mengembangkan strategi untuk mengatasi masalah mereka.
Manfaat Expressive Writing Therapy untuk Remaja
- Pelepasan Emosional: Remaja dapat melepaskan emosi yang terpendam melalui tulisan, yang membantu meringankan beban emosional mereka.
- Pemrosesan dan Pemahaman Diri: Terapi ini membantu remaja untuk merenungkan dan memahami lebih baik tentang diri mereka sendiri dan situasi yang mereka alami.
- Pembentukan Identitas: Menulis tentang pengalaman pribadi membantu remaja dalam proses pembentukan identitas, yang merupakan aspek penting dari perkembangan selama masa remaja.
- Peningkatan Keterampilan Komunikasi: Dengan menulis, remaja dapat meningkatkan keterampilan komunikasi mereka, baik tertulis maupun lisan, karena mereka belajar untuk menyusun dan mengorganisir pikiran mereka.
- Pengurangan Stres dan Kecemasan: Berbagai penelitian menunjukkan bahwa menulis ekspresif dapat membantu menurunkan tingkat stres dan kecemasan, serta meningkatkan kesejahteraan emosional.
Menarik..
btw aku punya anak remaja
kalau kusuruh begini apa2 aja yang harus disiapkan kak?
Apakah kita siapkan alat tulis spesial (misal diari) atau biarkan dia berpikir sendiri dari awal nyari / minta peralatannya dan mulai dari mana menulisnya?
Pakai buku catatan khusus lebih menarik keknya
Mengenal Dunia blogger sejak belasan tahun silam, memang bener banget ini menulis bisa menjadi salah satu terapi untuk kita yang memiliki problem apalagi sulit untuk ekspresif alias suka memendam perasaan.
Untuk orang yang sulit bercerita, suka memendam perasaan, kurang percaya pada orang lain. Terapi menulis sangat cocok membantu merilis emosi dan perasaan.
Hmm… Kira2 tulisan blog terakhirku utk Blog M VIP ini termasuk expressive writing gak sih, Kak? Kayak iya kayak enggak.
Sering bahkan mencoba metode expressive wriring yang cuma bisa dibaca sendiri aja. Tapi ya gitu tetap aja susah menumpahkan segala emosi yang perlu ditumpahkan. Padahal maksudnya mau gitu, tapi kok ya tetep aja otomatis filter ini itunya terpasang ketika nulis. π
Review puding, jelly dkk? Ngga lah. Expressive itu tulisan tentang emosi dan perasaan kita.
Metode ini udah dilakukan sama remaja-remaja 90an juga kan kak, pakai buku diary yang cantik-cantik gitu, kadang juga pakai gembok.
Iya kekgitu. Kalau dilakukan rutin itu ternyata sangat baik.
Dulu pas masa remaja doyan kali nulis, sampe ikut berbagai lomba. Ternyata bagus ya efeknya hehe
Menarik. Ada saran untuk menulis ekspresif bagi usia dewasa muda, Kak? Terimakasih tulisannya.
Ngejurnal seru tuh, Mar.
Klo misalnya kita buat cerpen, puisi atau tulisan lain, yg sebenarnya tersirat curhat kita, apakah itu termasuk terapi expresif writing kak?
Menurutku bisa. Apalagi dalam bentuk puisi ya. Isi hati langsung terungkap. Kalau cerpen kita harus sedikit kerja keras mengembangkan cerita. Tapi keren kalau bisa diungkapkan lewat cerpen.
Kalo nulisnya via ketikan apakah manfaatnya bakal sama dengan tulisan tangan kak?
Menurutku ada sedikit bedanya kalau kita menulis pakai pena dan kertas. Apa yang ada di pikiran langsug ditulis, ya udah itu lah dia yang kita rasakan. Kalau ketik, gitu juga yang keluar, tapi beberapa menit lagi bisa terjadi typo. Bisa denial. Tapi ketikan juga sangat baik kok.
Ini adalah salah satu caraku untuk mengurangi beban di dalam pikiran dan hatiku, Kak. Sejak kecil aku sudah mendapat kekerasan fisik dan verbal dari ayahku yang otoriter dan ibuku yang terlalu pilih kasih terhadap adik lakiΒ²ku (kupikir adat batak terlalu patriarki). Sampai akhirnya, aku tidak bisa mengekspresikan apapun yang ku alami kepada keluargaku. Dari sinilah bakat menulisku muncul secara otodidak. Mulai dari menulis diari, puisi, dan fiksi berdasarkan pengalaman hidupku. Begitulah kiraΒ², Kak.
Wahhhh… Keren. Bisa jagi jalan pulih ya kak. #peluukkk
Kalau dulu nulisnya di dear diary… Kalo sekarang story IG udah dipost dibaca ulang terpantau alay hapus lagi. Lega tapi kurang optimal.
Menulis dibuku juga yg bener
Iya betul. beda rasanya kalau nulis di buku pakai pena dan kertas. lebih gimana gitu? apalagi kan ga bisa diedit. ya udah gitu aja mengalir.
Manfaat poin kelima itu bener kali kak. Jadi setelah dituangkan lewat tulisan lega kali rasanya.
Pasti. trus besok-besok dibaca bisa jadi pengingat.
Jadi ingat pas saat sekolah dulu aku suka kali menulis kak. Sampai takut lupanya buku dimana kemanapun. Nyuci piring pun dibawa diletak disamping kulkasπ apalagi ada hafalan gitu kak. Menulis memang perlu kak. Tinggal menentukan apa yang harus kita tulis
Iya kan? Punya tempat curhat yang ga akan menghakimi.
Dulu sempat nulis buku bareng kawanΒ² tentang tema yg sama dengan tulisan ini, sy posting di sini https://www.fitriab.com/p/my-books.html?m=1
Memang menulis itu bisa banget jadi terapi buat seseorang βΊ
Keren kaliiiii…. otw baca. makasih ya.
Kak, aku melewati masa remaja dg menulis diary, alhamdulillah selamat haha kalo ga mungkin mau juga lah oleng kapten
Dulu pernah nyobain juga kak, tapi gak kepikiran kalau itu terapi. Waktu itu lagi pusing banyak pikiran, tapi kusut, akhirnya coba nulis. Dan setelah menulis, jadi lebih legah dan jadi dapat solusi dari benang kusut tadi
Nah, terapi itu kan sifatnya berulang dan teratur. kalau kita selalu melakukannya dengan teratur dan berulang memang jadinya terapi. dan memberi dampak yang baik.
Kak, plis isi Durian tentang kesehatan mental dan praktik terapinya. Atau sekalian aja ada konseling dadakan. Wkwkkw.
Omaakkkk…. bisa juga. topiknya apa kira-kira ya?
Jadi ingat Pak BJ Habibie yang menulis pasca Bu Ainun wafat untuk ‘menenangkan’ kerinduannya. Kak, apa aja yang perlu dipersiapkan saat pra remaja agar nanti anak bisa punya kemampuan ini? Kadang kala ada pula yang tak tau harus menulis mulai dari mana.
Dia bisa dikasih buku kosong. yang menarik ya. suruh dia tiap hari menggambar, menulis atau menempel sesuatu disitu. kalau dia belum bisa menulis, kita bisa bantu menuliskan apa itu, (tanya dia ya, itu apa) kita bantu menuliskan aja.
Awak pernah coba Expressive Writing Therapy biar isi pikiran yang penuh tercurahkan kak. Tapi setelahnya jadi takut kebaca orang lain, jadi buru-buru dimusnahkan.
Baiknya gimana ya kak kalau mau coba Expressive Writing Therapy lagi biar gak ada perasaaan was-was takut kebaca orang lain.
Kalau hal-hal rahasia yang takut dibaca orang bisa di delete atau di bakar (kalau kertas) per periode. Misalnya per 2 bulan, ketika kita rasa kita sudah selesai dengan masalah tersebut. Atau bikin penyimpanan sangat rahasia.
Ternyata aku udah nyoba Expressive Writing Therapy ini sejak SD. Pantesan tiap abis curhat lewat tulisan di buku diary tuh rasanya lega banget.
Pakai diary yang pakai gembok ngga? hahahahah. makanya ga sulit jadi blogger ya. hehehe
Expresive Writing Therapy ini aku pernah coba jadi kayak Hypnowriting gitu, meluapkan segala emosi yang tak pernah bisa kubagi kepada siapapun. Aku pake metode nulis di kerta sele-sele gitu (saking takut ketahuannya takut dijudge atau apalah) dan aku tulis pake tinta merah semerah merahnya (jatohnya jadi serem banget kayak nulis jimat vamoir gitu, wahahah, tapi seru).
Setellah pertama buat gitu, aku jadi tertarik buat lagi saat menghadapi pikiranku yang ruwet dan mulai deh banyak nangis, aku mencobanya lagi. Kali ini dengan ngetik panjang lebar dan cepat ga pake diedit lagi ga pake baca ulang aku ketikkk semua pergolakan di hati dan thankfully, it’s work!
moga aja bisa membantu buat anak remaja juga yah
Wahhhh… keren kali. sehat terus kina.
kak, makasi banyak ilmu nya jadi nambah pengetahuan banget tentang therapy ini. semoga bisa aku praktekkan nantinya…
kak, makasi banyak ilmu nya jadi nambah pengetahuan banget tentang therapy ini. semoga bisa aku praktekkan nantinya kalau ada klien remaja yang membutuhkan. sering2 nulis tentang ilmu terapi psikologi yang mungkin jarang orang tahu, biar nambah2 refrensi kita semua kak…
Bisa dicoba. Paling cocok untuk anak-anak introvert ini. Yang susah membuka mulut untuk cerita. Menulis atau mengetik mungkin membantu.
Ini kayak nulis jurnal gak sih kak?
Kak ayo duduk dan ngobrol terkait ini. Aku penasaran banget.
Iya. Ada yang menyebutnya jurnal, ada yang bilang buku harian. Intinya mengeluarkan isi hati dan kepala ke dalam tulisan. Cukup melegakan pastinya. Dan bisa menjadi motivasi diri.
Mungkin Iyah udah melalui ini ya kak. Dulu Pertama kali nulis blog umur 14 tahun. Memang salah satu pemicunya karena rasa kesal dengan teman sebaya tapi anaknya ga suka cerita atau gosip ke teman dekat. Jadi dilampiasinnya semua di blog, vulgar gitu aja, gaada kiasan. Mungkin itu yang mempengaruhi karakter Iyah sampai dewasa ini juga sih. Menarik informasinya kak
Aku juga lagi mempelajari banyak jurnal tentang menulis sebagai terapi ini. Yang pasti menulis menjadi salah satu cara melepaskan emosi, baik itu emosi negatif atau emosi positif. Apalagi kek sekarang, Iyah udah bisa membagika tulisan ke orang-orang. Jadi bermanfaat kan? Teruslah menulis.
Dulu pas SD, anakku ogah diajarin ngeblog. Karena dia lebih suka menggambar anime. Seiring waktu, pas SMP dia mulai suka menulis. Tapi bukan menulis di blog, melainkan di wattpad. Hehe, pikirannya dijadikan cerita. Aku saranin nulis artikel blog, agak sulit dianya. Kayaknya dia lebih suka nulis novel atau cerpen. Gak papa lah, mungkin itu salah satu terapi buat emosinya juga.
Udah keren kali lah dia itu. Kami mau bikin eksperimen tentang bagaimana menulis jadi terapi mengatasi stress akademik.
omuzph