DEPRESI

Apa Itu Depresi

Depresi merupakan kumpulan perasaan yang sangat mengganggu dan begitu melekat sehingga kita tidak bisa terlepas darinya. Sebagai gangguan suasana hati, depresi melibatkan perasaan sedih yang mendalam dan berkepanjangan serta kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari. Ini lebih dari sekadar merasa sedih sesekali; depresi adalah kondisi medis yang mempengaruhi bagaimana seseorang merasa, berpikir, dan berfungsi dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut dr. Jiemi Ardian, Sp.Kj., depresi merupakan interaksi kompleks antara situasi lingkungan, stresor dan genetik. Depresi bukan hanya gangguan perasaan, tetapi juga otak dan tubuh yang mengalami respons “sakit” karena depresi.

Gejala Depresi

  • Perasaan sedih atau kosong yang berkelanjutan.
  • Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasa dinikmati.
  • Perubahan nafsu makan atau berat badan.
  • Kesulitan tidur atau tidur berlebihan.
  • Kelelahan atau kehilangan energi.
  • Perasaan tidak berharga atau bersalah yang berlebihan.
  • Kesulitan berkonsentrasi atau membuat keputusan.
  • Pikiran tentang kematian atau bunuh diri.

Dampak Depresi

Depresi dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang, termasuk:

Kesehatan fisik: Depresi seringkali dikaitkan dengan masalah kesehatan fisik seperti gangguan tidur, gangguan makan, dan penurunan sistem kekebalan tubuh.

Hubungan sosial: Seseorang yang mengalami depresi mungkin menarik diri dari interaksi sosial dan mengalami kesulitan dalam hubungan pribadi.

Kinerja kerja atau akademik: Konsentrasi dan motivasi yang terganggu dapat mempengaruhi produktivitas dan pencapaian tujuan.

Penyebab Depresi

Ada beberapa faktor yang dapat berkontribusi pada depresi, yaitu:

Faktor genetik: Riwayat keluarga dengan gangguan depresi dapat meningkatkan risiko. Bagaimana riwayat keluarga menjadi penyebab depresi? Orang tua bisa menurunkan kekuatan mental yang lemah.

Faktor biologis: Ketidakseimbangan kimia otak, hormon, atau masalah kesehatan fisik tertentu.

Faktor psikologis: Trauma, stres, atau masalah psikologis sebelumnya.

Faktor lingkungan: Lingkungan yang penuh tekanan atau tidak mendukung, kehilangan, atau perubahan besar dalam hidup.

Mengatasi Depresi

Bagaimana seseorang bisa mendapatkan bantuan dan mengelola depresi? Bisakah depresi sembuh dengan sendirinya? “Seiring berjalannya waktu” seperti kata orang-orang? Tentu saja tidak bisa. Seorang depresi butuh bantuan. Beberapa bantuan yang bisa menjadi pilihan:

Pengobatan: Terapi obat-obatan seperti antidepresan, yang harus diresepkan oleh dokter. Penderita depresi tentu saja harus mengunjungi psikiater atau dokter spesial kejiwaan untuk mendapatkan obat ini. Sebagai catatan, obat depresi tidak diperjualbelikan dengan bebas.

Psikoterapi: Terapi bicara, seperti terapi perilaku kognitif (CBT), yang membantu seseorang mengubah pola pikir dan perilaku yang negatif. Ada baiknya mengunjungi psikolog. Mungkin dengan terapi bicara, dengan bercerita, akan membantu mengurai penyebab depresi.

Dukungan sosial: Berbicara dengan teman, keluarga, atau bergabung dengan kelompok dukungan. Peranan orang-orang terdekat sangat dibutuhkan dalam proses ini. Penerimaan dan pendampingan orang-orang terdekat akan sangat membantu pemulihan depresi.

Gaya hidup sehat: Aktivitas fisik teratur, pola makan yang sehat, dan teknik relaksasi dapat membantu mengelola gejala. Ini tidak kalah penting, karena di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat.

Pentingnya Mencari Bantuan

Ketika kita atau orang yang kita kasihi mengalami depresi mencari bantuan adalah langkah penting yang harus dilakukan. Depresi adalah kondisi yang bisa diobati, dan dengan dukungan yang tepat, seseorang dapat memulihkan kualitas hidupnya. Jangan ragu untuk mencari bantuan profesional jika kita atau seseorang yang kita kenal menunjukkan gejala depresi.

Jangan menggunakan kata-kata yang menyebalkan seperti,

“Kamu harus bersyukur, masih banyak yang lebih susah dari kamu”,

“Kamu orang kuat, kamu pasti bisa melewatinya,”

“Kamu harus banyak-banyak berdoa.”

“Kamu harus merelakannya, semua orang akan meninggal kok.”

Menghadapi seseorang dengan depresi kita harus benar-benar punya empati yang tulus. Mampu menerima keadaannya yang sedang kacau tanpa menghakimi. Menemani dan membantunya mengerti apa yang sedang terjadi dalam hidupnya. Jikalau memungkinkan memberi bantuan untuk menyelesaikan masalahnya.

25 thoughts on “DEPRESI”

  1. Apakah perasaan negatif yang menumpuk menjadi depresi ini bisa mempengaruhi fisik, Kak?
    Sejak suamiku meninggal, jujur aku mengalami beberapa ciri itu dan aku punya gangguan tidur yang parah. Sering terbangun dengan megap dan kadang sangat rakus makan, kadang bahkan tidak lapar seharian sama sekali.

    Saat pikiranku kalut, cemas, sedih berlebihan, jempol kiriku mulai nyeri dan mengakibatkan kukunya busuk. padahal ini tidak pernah kualami seumur hidup dengan kuku tangan menggelembung yang seperti cantengan. Ini bertambah parah dengan nyeri terus menerus dibagian jempol dan telapak tangan. Anehnya jika aku sedih saja nyerinya terasa, jika aku stabil atau gembira, tanganku tidak terasa sakit dan bahkan kukunya yang rusak sembuh perlahan.

    hemm, jadi panjang ya udah kayak konsultasi aku nih kak 🙂

    Reply
    • Pelukkkk Kina…

      Menurut riset hampir 90% penyakit muncul karena pikiran dan akibat stress. Penyakit pikiran mengakibatkan penurunan sistem imun terhadap virus dan bakteri. Mungkin bagian jempol Kina yang imunnya lemah, yang langsung diserang ketika Kina mulai stress, mulai tidak bisa tidur.
      Ketika kita merasakan adanya ancaman, mungkin stress, sistem saraf akan memberikan respon dengan cara merilis aliran kortisol dan adrenalin. Kedua jenis hormon ini bisa memicu reaksi pada tubuh, misalnya jantung berdetak kencang, otot tubuh menegang, nafas sesak dan tekanan darah meningkat.

      Untuk membantu memperbaiki kesehatan mental kita perlu menaikkan hormon dopamin, serotonin, okstitosin dan endorfin.

      Bisa ngga kita sembuh sendiri. Rasanya sulit. You need someone to help. Seorang saudara yang bener-bener mau perduli as a caregiver atau pergilah ke profesional.

      Kalau butuh profesional aku bisa merekomendasikan beberapa orang psikolog. Atau sekedar didengar, bisa ngopi bareng aku.

      Reply
  2. Naah orang awam ini yang sering ngga sadar dirinya depresi, atau ngga pinter menanggapi curhatan orang yang lagi depresi.
    Selalunya berikan jawaban yang template “semangat ya” atau “banyakin sabarnya, yaa”
    Yang bahaya orang depresi curhat ke sesama depresi, ya? hehe
    Btw mungkiiin kenapa orang jarang datang mengadu kepada ahlinya karena masalah biaya.
    Adakah lembaga yang menyediakan pakar tapi bebas biaya?

    Reply
    • Nah ini, dia Puskesmas sekarang udah ada Psikolog loh. Pakai BPJS bisa.

      Daripada disuruh semangat atau bersabar, mending bawain es krim, coklat sama donat.

      Reply
  3. Seringnya kitanya berempati sebenarnya, tapi kemampuan berbahasa kitanya yang kurang, jadinya malah menyakitkan bagi yang depresi. Kira2 redaksi kalimat bagaimana yang membantu ya, Kak?

    Reply
    • “Sedih ya? I feel you. Sini peluk.”
      “Berat ya? Dahlah, ngopi aja dulu yuk. Cari inspirasi kita.”
      “Kalau perlu apa-apa, nomorku masih yang lama ya. Rumahku pun belum pindah.”

      Reply
  4. pernah diposisi merasa :
    – Perasaan tidak berharga atau bersalah yang berlebihan.
    – Pikiran tentang kematian atau bunuh diri
    dan mimpi buruk sampai menangis terbangun
    lambat laun semakin bertambah usia semakin mencoba mengurai pelan pelan ini masalahnya dimana, sampai kapan aku biarkan ‘mereka’ menguasaiku.
    tapi selama ada blogger medan yang membernya positif vibe aku jadi lebih bahagia.

    Reply
  5. Ahhh, I’ve been there, kak. Memang akhirnya minta bantuan ke orang lain karena rasanya enggak sanggup ditahan sendiri. Yok Yok, yang udah mulai ngerasain gejala2nya, enggak papa lho terbuka sama orang lain atau seeking profesional help. Jangan malu.

    Reply
    • Tepat sekali. Depresi makin jadi kalau kita sendiri. Butuh dukungan orang-orang terdekat dan sangat bagus kalau didukung profesional, apalagi kalau sudah di tahap butuh obat penenang.

      Reply
  6. Tx u banget tulisannya kak. Topik yang mulai sering dibicarakan beberapa taon terakhir ini.

    Jika ada teman atau kenalan yang mengalami gejala ini, gimana cara ngajak dia untuk ke psikolog atau psikiater tanpa menyinggung perasaannya ya?
    Kadang tuh masih banyak stigma kalo ke psikolog dkk itu dianggap gila atau kurang iman.

    Reply
    • Kalau dia suka main IG atau TikTok kasih liat aja dulu psikolog. Atau cerita aja, “Kemarin si A atau aku lagi mumet, stress, bingung mau cerita ke siapa. terus aku ke kenalanku, psikolog, ngobrol. lumayan lega loh. mau ngga ngobrol sama psikolog temanku itu. Managerku pun pernah konsultasi sama dia waktu ribut aja sama biniknya.”

      Stigma itu kan masyarakat yang bikin. makanya para penderita depresi itu makin tak tersentuh. jadinya sampai ke level Skizofrenia (ODGJ) bahkan bunuh diri. Makanya minimal kita ada 10 orang yang baca ini. berkurang lah 10 yang punya stigma menyedihkan itu.

      Reply
    • Misalnya nih orang tuanya baru meninggal, sampai dia depresi, gak mau makan, menyendiri terus sambil nangis. Sungguh dia ngga butuh motivasi. Dia butuh ditemani, dipahami kalau dia sedih luar biasa, merasa ngga sanggup hidup tanpa orang tua.
      “Masih sedih ya? Aku juga sedih. Tapi kita makan dulu ya.”
      “Eh, temani kesana yuk. Sebentar aja.” (supaya dia mau keluar kamarnya)

      Reply
  7. apakah depresi ini merupakan fase yang harus dilewati oleh seseorang ketika ada masalah berat? berapa lama biasanya kita mengalami depresi kak?

    Reply
    • Ngga semua orang akan depresi ketika menghadapi masalah berat. Bisa jadi seseorang itu akan mengalami stress. Tidak sampai depresi.
      Depresi itu terjadi tidak serta merta karena masalah berat yang dia alami, itu hanya pemicu.
      Stress seperti akibat kehilangan bisa dialami seseorang sampai 6 bulan hingga dia akhirnya bisa pulih.
      Kalau depresi, ini tergantung penanganan yang dia terima, karena biasanya sudah mengakibatkan psikosomatis.

      Reply
  8. Aku pernah mengalami depressive episode karena terlalu overwhelmed soal pekerjaan dan hubungan yang patah di tengah jalan. Waktu itu rasanya dunia gelap banget. Aku jadi bisa paham kenapa orang-orang bisa suicide karena masalah yang menurut orang lain “sepele”.

    Dari kejadian itu aku jadi paham kalau hal yang menurut kita ‘sepele’ bisa jadi adalah sebuah beban berat yang dipikul oleh orang lain. Karena kita gak pernah tau kapasitas mental seseorang.

    Reply

Leave a Comment